Rabu, 19 Mei 2010

Cinta Tak Bertuan

Sabtu pagi aku pergi ke taman kota, berjalan kaki sambil menikmati udara yang masih sejuk. Diantara ramainya suasana ceria seorang kakek duduk sendiri di bangku taman. Raut mukanya nampak kosong tiba-tiba meneteskan air mata, lalu tak lama dia terlihat tersenyum. Sepertinya suasana taman cukup kuat menggugah kenangan2nya. Aku ign tahu keadaannya, lalu ku putuskan untuk menghampirinya
" Pagi, kek?"
"Pagi"dia menjawab smbil menyeka air mata yang baru ia sadari menetes.
"Kakek baik-baik saja?"
"ia, tdk ap2, ade ada perlu ap?"
"maaf, mengganggu..saya hanya kawtir mlihat Kakek, mungkin Kakek mau berbagi ttg msalah Kakek?"
Kakek itu tersenyum, lalu pergi...



*
minggu berikutnya aku kembali berjalan di taman, kulihat seorang nenek yang duduk memandang luas taman, smbil memegang sepucuk surat. Aku berjalan melewati dekat nenek itu duduk, anehnya nenek itu memakai pakaian yang motifnya sama dengan kakek yang aku lihat minggu kemarin, nenek terlihat sangat tersentuh isi surat itu, aku ingin mendekati nenek dan duduk di sampingnya lalu aku ingin tahu isi suratnya, tapi aku bukan org yg punya nyali berhadapan dg wanita baik muda atau tua yang belum aku kenal, bisa dibilang aku phobia mereka. Maka aku hanya melihat nenek dari jauh.
Setelah aku berjalan-jalan keliling taman beberapa saat, aku kembali melewati bangku taman tempat nenek tadi duduk & melihat surat yang tadi dipegang tertinggal di bangku, isinya:

"Wahai wanita yang lembut hatinya, semua daya tlah ku coba melabuhkan hatiku ini, mampukah aku pahami hatimu, temukan cinta itu... kemana cinta ini, cinta tak bertuan selalu menghantui di setiap hidupku, berdiri menanti hari demi hari mencari indahnya cinta..
sudah sekian lama aku mencoba melarikan diri dari perasaanku padamu, menahan kerasnya hantaman ini, hingga di sini di penantian tepi usia, aku lebih nyaman memandang bayangmu, melihat fotomu yang dibingkai indah dalam fatamorgana mataku, berbicara yang biasa kita bicarakan di taman, tak kuhiraukan orang janggal melihatku karna aku percaya saat aku di sini melakukan hal yang biasa kita lakukan, aku tau jiwamu pun merasakan itu.
Sekarang pertemuan kita terlarang karena kau sudah ada yang memiliki, tapi tak perlu kau risaukan aku, karna aku tahu apa yang terbaik aku lakukan, aku cukup bahgia mengenalmu, kau membuat hari2ku kian indah, mengajarkan aku tentang banyak hal & yang paling aku ingat adalah bagaimana meyakinkan diri bahwa harapan adalah kekuatan.
Ketika kau membaca surat ini aku sudah tidak ada di dunia ini lagi, tulisan ini aku buat sejak pernikahanmu, bahagialah maka aku tenang meski ragaku musnah dalam tanah, semga kita bertemu di kehidupan lain karna aku masih menunggu..."

Dalam hati aku berkata apakah ini yang dinamakan cinta? Lalu angin meniup udara melukis kisah Kakek yang menikmati kerinduan hingga mnutup usia tapi penantiannya selalu terbuka tak terbatas ruang & waktu.

Lukman Efendi
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi
Universitas Islam Negeri Syarifhidayatullah '07

Tidak ada komentar:

Posting Komentar